Welcome In My World

Menerima Masukkan dan segala Kritik Dari Pembaca ..

Rabu, 31 Oktober 2012

Pengertian Hipotesis


HipotesisHipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis,peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah terujikebenarannya disebut teori.Contoh:Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbuktibenar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian.Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadarteliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu di antaranya, yaitupenelitian sosial. Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.KegunaanHipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif.Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.Hipotesis dalam penelitianWalaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak.Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sama denganpenelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis.Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:Untuk menguji teori,·         Mendorong munculnya teori,
·         Menerangkan fenomena sosial,
·         Sebagai pedoman untuk mengarahkan penelitian,
·         Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
KarakteristikSatu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara proporsional, jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuanpenelitian.Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pastivariabel independen dan variabel dependen.Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisiukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari wakturuang, atau unitanalisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.Tahap-tahap pembentukan hipotesis secara umumTahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:Penentuan masalah.Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui.Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat.Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis).Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah.Tanpa hipotesa preliminer, pengamatan tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.Pengumpulan faktaDalam penalaran ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.Formulasi hipotesa.Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini.Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu di antara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.Pengujian hipotesaArtinya, mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diamati dalam istilah ilmiah hal ini disebutverifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasiFalsifikasi(penyalahan) terjadi jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.Aplikasi/penerapan.Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.Hubungan hipotesis dan teoriHipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secaraempiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian.Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui prosesoperasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements about reality).Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.Jenis-jenis HipotesaMenurut Suharsimi Arikunto, jenis Hipotesa penelitian pendidikan dapat di golongkan menjadi dua yaitu :1. Hipotesa Kerja, atau disebut juga dengan Hipotesa alternatif (Ha). Hipotesa kerja menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y,  atau  adanya perbedaan antara dua kelompok.2. Hipotesa Nol (Null hypotheses) Ho. Hipotesa nol sering juga disebut Hipotesa statistik,karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan perhitungan statistik. Bertolak pada pemikiran diatas dapat penulis kemukakan bahwa dalam  penelitian ini penulis mengajukan hipotesis kerja dan hipotesis nihil (nol).Contoh Hipotesa yang diajukan dalam penulisan penelitian.Hipotesis Kerja (H1)  ” Pembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Sinektiks lebih  efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika tanpa Penerapan  Model Sinektiks Terhadap Proses Belajar Bidang Studi Matematika Sub Pokok Bahasan Persamaan Linear ”.Hipotesis Nihil (H0) ” Pembelajaran Matematika dengan Penerapan Model Sinektiks tidak efektif dibandingkan dengan pembelajaran matematika tanpa Penerapan Model Sinektiks Terhadap Proses Belajar Bidang Studi Matematika Sub Pokok Bahasan Persamaan Linear ”.Pengertian Uji HipotesisHipotesis statistik adalah suatu pernyataan yang mungkin benar atau tidak, tentang satu populasi atau lebih.Suatu hipotesis statistik, dapat diketahui secara pasti apakah benar ataukah tidak benar jika dan hanya jika peneliti melakukan observasi terhadap seluruh anggota populasi. Ketidak-efektifan hal ini dapat diatasi dengan cara mengambil sampel untuk mencari kenyataan guna mendukung hipotesis tersebut. Hasil analisis dari data sampel yang selaras dengan hipotesis yang telah diformulasikan akan membawa pada suatu keputusan untuk menerima pernyataan tersebut, dan demikian sebaliknya.Formulasi suatu hipotesis statistik, biasanya dipengaruhi oleh bentuk kesimpulan yang terbalik. Artinya, jika seorang peneliti ingin mencari dukungan yang kuat terhadap suatu dugaan dari suatu keadaan, maka peneliti tersebut menempatkan dugaannya dalam bentuk penolakan hipotesis. Pandang contoh sebelumnya di bidang medis, jika peneliti ingin menunjukkan kenyataan bahwa penggunaan alat kontrasepsi menaikkan resiko kemandulan, maka hipotesis yang akan diuji berbentuk “tidak ada kenaikan resiko kemandulan akibat menggunakan alat kontrasepsi”. Demikian halnya, untuk mendukung dugaan bahwa kecepatan reaksi obat X secara rata-rata lebih lama daripada reaksi obat Y, maka farmasis menguji hipotesis bahwa kecepatan reaksi antar kedua merek obat tersebut adalah sama.Pengertian Uji HipotesisMacam HipotesisAda dua bentuk hipotesis:Hipotesis sederhana (simple hypothesis), yakni semua bentuk hipotesis yang menyatakan spesifik parameter distribusi populasi secara lengkap.Hipotesis majemuk (composite hypothesis), yakni semua bentuk hipotesis yang tidak menyatakan spesifik parameter distribusi populasi secara lengkap.Dalam struktur pengujian hipotesis, terdapat dua hipotesis:Hipotesis nol (null hypothesis/H0), yakni hipotesis sederhana yang (umumnya) berlawanan dengan suatu teori yang ingin dibuktikan kebenarannya.Hipotesis alternatif (alternative hypothesis/H1), yakni hipotesis (seringkali majemuk) yang sejalan dengan suatu teori yang ingin dibuktikan kebenarannya. Hipotesis alternatif merupakan hipotesis tandingan dari hipotesis nol, sehingga keputusan menolak hipotesis nol menjadikan keputusan untuk menerima hipotesis alternatif (darmanto, 2012).  Read more: http://sro.web.id/pengertian-uji-hipotesis.html#ixzz2AuFiZeo7

Selasa, 23 Oktober 2012

Menggunakan Make Up

Banyak wanita yang berani menghabiskan kocek cuma buat pergi nyaLo dan terlihat lebih cantik di acara-acara tertentu atau hanya sekedar untuk jalan-jalan ..
Padahal, belum tentu make up salon bisa menjamin kepuasan untuk diri kita ..
maka dari itu say amencoba membagi tips untuk para wanita agar bisa menata rias wajahnya sendiri tanpa harus pergi kesalon ..
check it out ..

1. Toner dan Pelembab
Kegiatan rutin sebelum memulai merias wajah, kita pasti harus membersihkan wajah dulu dengan menggunakan toner atau cleanser wajah, agar wajah kita tidak terlalu terasa berat dan tebal.
karena minyak atau sisa-sisa kotoran pada wajah kita yang masih menempel akan membuat efek make up menjadi terasa lebih berat dan akam mengundang banyak jerawat. setelah dibersihkan baru gunakan pelembab dari mulai wajah hingga leher.

2. Concealer
Gunakan concealer untuk membantu menyamarkan flek pada wajah atau bekas jerawat. Concealer juga dapat digunakan untuk menyamarkan kantung mata.

3. Pensil Alis
Rapikan alis Anda dengan mencabut rambut alis yang berantakan dan menyisirnya agar telihat rapi. Kemudian untuk mempertegas bentuk alis, pilih pensil alis yang berwarna coklat gelap sebaliknya daripada hitam, karena warna hitam akan membuat wajah terlihat lebih tua.

4. Alas Bedak
Gunakan alas bedak (foundation) agar warna-warna dapat masuk dengan sempurna pada wajah Anda. Pilih warna foundation yang satu tingkat lebih tinggi dari warna kulit Anda.

5. Eyeliner
Untuk mata, agar wajah tidak terlihat tua, sebaiknya tidak menggunakan eyeliner. Atau bila Anda ingin menggunakannya sebaiknya jangan gunakan terlalu tebal dan gunakan eyeliner yang berbentuk pensil.

6. Brush dan Spons
Saat memakai bedak, pertama-tama gunakan brush selanjutnya gunakan spons untuk membantu meratakannya.

7. Eyeshadow
Pilih warna-warna eyeshadow yang dapat membantu wajah terlihat segar dan muda. Warna yang dapat dipilih antara lain warna hijau, peach, ungu, emas.

8. Blush on
Warna blush on sebaiknya yang berwarna natural seperti warna pink atau peach. Anda pasti tidak ingin wajah anda terlihat seperti badut jika menggunakan warna blush on yang sangat cerah seperti warna merah.

9. Lipstik dan Lipgloss
Pilih lipstik yang berwarna sama atau satu tingkat lebih tinggi dari warna bibir. Hindari bibir dengan warna yang terlalu kontras. Dapat juga ditambah lipgloss agar bibir terlihat segar.

Permasalahan Dalam Ekonomi Pembangunan


Presiden Boston Institute for Developing Economies, Gustav F. Papanek menilai masalah terbesar dalam perekonomian Indonesia adalah pengangguran.Setiap tahun, 2 juta orang di Indonesia mencari pekerjaan. Berarti, setelah krisis moneter 1998, ada 22 juta pengangguran. Papanek menghitung, hanya 5,5 juta yang telah mendapat pekerjaan tetap.
Sementara 3,5 juta mencari pekerjaan di luar negeri, sebagian besar sebagai pembantu rumah tangga, dan 4 juta tetap menganggur. Sisanya, menunjukkan sudah mendapat pekerjaan dalam statistik, namun sebenarnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Ini disebut Papanek dengan istilah work in income sharing atau pekerjaan berbagi penghasilan.Solusi untuk masalah pengangguran ini adalah menaikkan angka pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Target pemerintah sebesar 7 persen dinilai Papanek masih belum cukup.
Pembangunan jangka panjang tahap pertama Indonesia telah berhasil mengantar ekonomi Indonesia dari pendapatan perkapita sekitar USD 70 pada periode 1968/69 menjadi USD 700 pada periode 1993/94. Keadaan itu tercapai sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang lumayan selama 25 tahun lebih. Akan tetapi, hasil pembangunan jangka panjang yang pertama yang menurut pandangan Bank Dunia itu cukup menakjubkan, tidaklah mencapai optimum yang seharusnya. Ekonomi Indonesia seharusnya bisa bertumbuh dengan lebih baik, sebagaimana dicontohkan oleh negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Korea Selatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, ternyata tidak sebesar yang seharusnya bisa dicapai, meskipun Indonesia dikenal alamnya yang kaya-raya. Banyak masalah, halangan, ketidak-pastian dan risiko yang harus dihadapi ekonomi Indonesia selama ini.
Berikut ini adalah sepuluh persoalan utama yang dihadapi oleh ekonomi Indonesia dewasa ini.
Persoalan ini harus dimengerti sepenuhnya sebagai suatu tantangan masa depan pembangunan kita.
1.      Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi.
Menurut catatan statistik pada tahun 1991/92, diperkirakan lebih dari 100 juta orang Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Kalau dianggap tidak ada perbedaan garis kemiskinan antara kota dan desa, dan diambil angka Rp.1000 pengeluaran sehari seorang (atau Rp. 30,000 sebulan seorang) sebagai garis kemiskinan, maka di bawah garis tersebut ada 120 juta yang masih miskin, yaitu di kota 20 juta dan di desa 100 juta orang. Kalau diambil garis kemiskinan yang lebih rendah, yaitu Rp. 500 sehari seorang (atau Rp. 15,000 sebulan seorang), maka akan terdapat 28 juta orang miskin, yaitu 2 juta di kota dan 26 juta di desa. Pengeluaran ini belum termasuk untuk pendidikan dan kesehatan. Belum lagi, kalau diperhitungkan untuk suatu keluarga yang terdiri dari 4 orang. Tentu pengeluarannya sehari jauh lebih besar daripada sekedar 4 kali Rp. 30,000. Keadaan sekarang diperkirakan tidak berbeda jauh dari itu. Data bisnis juga menunjukkan kesenjangan ekonomi yang sangat besar antara mereka yang miskin di atas dengan yang kaya raya. Grup-grup perusahaan yang tergabung dalam 200 konglomerat Indonesia menghasilkan omset (nilai penjualan) sebesar ekivalen dengan 80 persen dari pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto, sekitar Rp. 250 trilyun pada 1992/93). Kesenjangan pendapatan juga terjadi antara sektor pertanian- pedesaan dan sektor industri-perkotaan. Kesenjangan yang sangat tajam juga terjadi antara Jawa dan Luar Jawa, dan antara Kawasan Indonesia Timur dan Kawasan Indonesia Barat. Masalah kemiskinan dan kesenjangan ini bisa menimbulkan friksi-friksi sosial yang bisa merusak hasil pembangunan selama ini.
2.      Masalah Hutang Luar Negeri.
Hutang luar negeri telah meningkat sangat besar. Pada saat ini Indonesia telah menjadi negara penghutang terbesar nomor tiga sesudah Brazil dan Meksiko, yaitu dengan hutang mencapai lebih dari USD 100 miliar. Lebih dari 60 persen di antaranya adalah hutang dari pemerintah, selebihnya hutang swasta. Dibanding dengan hutang asing yang dibuat pada rezim Bung Karno, yang mencapai USD 2.14 miliar, hutang asing sekarang merupakan peningkatan 50 kali; padahal pendapatan nasional hanya naik tidak lebih dari 15 kali. Dengan kemajuan-kemajuan ekonomi yang dicapai di sector pemerintah, mungkin Indonesia tidak terlalu sulit di dalam membayar kembali hutang asing tersebut sebesar USD 9-10 setiap tahun. Akan tetapi untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 5-6 persen setahun, Indonesia terpaksa harus meminjam lagi hutang asing baru sebesar minimum USD 5 milyar setiap tahun. Hutang baru sebesar itu pun terpaksa harus dibuat melihat sisi neraca pembayaran yang tidak seimbang, karena ketidakmampuan ekonomi (industri) menghasilkan cukup devisa. Dengan demikian, ekonomi Indonesia telah seakan-akan “terperangkap” atau “kecanduan” (addicted) dengan hutang asing. Persoalan yang tidak pernah bisa dijawab tentang hutang luar negeri ini adalah kapan hutang asing itu semakin mengecil dan bisa habis terlunasi. Kecuali, kalau hutang baru sangat dikurangi atau dihentikan sama sekali, dan dicari sumber-sumber dari dalam negeri sebagai penggantinya. Persoalan hutang asing ini menjadi semakin besar apabila dikaitkan dengan Yendaka (apresiasi Yen), di mana Yen mempunyai porsi besar dalam hutang-hutang Indonesia.
3.      Defisit Neraca Pembayaran dan Ketidakmampuan Industrial.
Defisit yang memperlihatkan kecenderungan yang meningkat ini ditunjukkan oleh transaksi lancar (current account) dalam neraca pembayaran. Untuk periode tahun anggaran 1995/1996 ini diperkirakan defisit akan mencapai lebih-kurang USD 5 milyar. Defisit ini sendiri mengakibatkan penurunan nilai Rupiah yang terus-menerus yang selanjutnya ketidakpastian ekonomi. Depresiasi Rupiah sendiri tidak secara langsung meningkatkan ekspor, karena ketakmampuan ekspor tidak sekedar karena Rupiah yang overvalued. Sebab utama dari penurunan nilai Rupiah adalah ketidakmampuan industri Indonesia menghasilkan cukup devisa sesuai dengan permintaan. Selain itu, sektor riil penghasil barang ini sangat tergantung pada ekonomi dan teknologi asing. Setiap kali kenaikan ekspor terjadi, setiap kali pula harus didahului dengan kenaikan impor yang tinggi atas bahan-bahan baku industri,barang-barang penunjang atau komponen, dan barang-barang modal. Dengan demikian industri Indonesia justru boros devisa daripada menjadi penghasil devisa. Sekarang ini, ekspor bersih Indonesia baru akan bergerak ke arah USD 10 milyar dengan laju pertumbuhan yang menurun. Selain itu, ekonomi Indonesia juga masih dibebani dengan impor atas jasa- jasa, seperti pembayaran bunga pinjaman serta jasa-jasa lain khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumberdaya manusia dan penguasaan teknologi, yang jumlahnya bergerak ke arah USD 15 milyar. Sebagai akibatnya, terjadilah defisit transaksi lancer yang cukup besar. Ketidakmampuan dalam teknologi mengakibatkan industri Indonesia juga tidak cukup efisien, dan bahkan menjadi sumber dari high cost, sehingga tidak mampu bersaing di pasar dunia menghasilkan devisa. Industri juga menjadi bersifat kaku terhadap rangsangan moneter dan menjadi sumber terjadinya inflasi. Industri Indonesia ini masih sangat menggantungkan diri pada proteksi dan berbagai fasilitas dari pemerintah. Industri-industri inilah yang justru dikuasai dan sangat menguntungkan para konglomerat dan monopolis-oligopolis. Mereka lebih banyak tergantung pada pasar domestik yang sempit dan mahal daripada bersaing di pasar dunia.
4.      Ketidakmampuan Pengembangan SDM dan Penguasaan Iptek.
Ketidakmampuan pengembangan SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) adalah inti dari semua persoalan ekonomi di Indonesia. Selama pembangunan jangka panjang 25 tahun yang pertama, Indonesia hampir samasekali melupakan pentingnya pengembangan SDM dan penguasaan Iptek. Dari 140 juta angkatan kerja (umur 10 tahun ke atas) Indonesia, hampir 80 persen daripadanya berpendidikan setingkat sekolah dasar (SD), yaitu 45 juta tamat, 43 juta drop-out, dan 20 juta samasekali tidak pernah sekolah. Jumlah sarjana hanya sekitar 2 juta, dan sisanya 30 juta adalah dari SLTP dan SLTA, tamat atau tidak tamat. Dengan kemampuan dan produktivitas yang rendah itu, maka tenaga kerja Indonesia menjadi sangat mahal dalam proses produksi. Sebagai akibatnya lemah pula industrialisasi Indonesia. Akibat selanjutnya adalah munculnya produk-produk yang tidak mampu bersaing di pasar dunia, yang tidak mampu menghasilkan devisa. Struktur industri Indonesia juga tidak didasarkan pada comparative advantange sesuai dengan kekayaan alam Indonesia, sehingga pada akhirnya produk-produknya tidak mampu berkompetisi di pasar dunia. Hal ini mengakibatkan pilihan teknologi yang salah, yang mahal karena tidak sesuai dengan kemampuan domestik. Seharusnya dikembangkan pula jenis teknologi murah dan madya, yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dan yang mampu mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengangguran angkatan kerja di Indonesia juga cukup tinggi. Bahkan, pengangguran telah pula melanda mereka yang berpendidikan sarjana. Dikabarkan oleh Menteri Tenaga Kerja pada awal tahun ini, bahwa dari 150 ribu sarjana yang dihasilkan setahun, hanya maksimal sekitar 60 ribu yang memperoleh pekerjaan. Pilihan teknologi yang terlalu padat modal, dan yang menjurus ke tingkat menengah (medium technology)-atas dan tingkat tinggi (high technology) juga menjadi salahsatu sebab terjadinya pengangguran yang besar dan berbagai inefisiensi dalam industri. Broad-base technology lah yang mestinya dikembangkan di Indonesia, yaitu yang mengutamakan penggunaan jenis-jenis teknologi yang rendah (low technology) hingga menengah-bawah, yang murah, dan yang mudah disediakan, diadopsi dan dikuasai oleh masyarakat banyak.
5.      Penyempitan Infrastruktur.
Tidak ada pembangunan yang tidak dimulai dengan pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, listrik, air bersih, telepon, dll. Selain ketidakmampuan SDM dan penguasaan Iptek yang disebutkan di atas, juga ketidakmampuan menyediakan
dana dan alokasinya yang tak sesuai mempengaruhi pula perkembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Secara umum, penyempitan infrastruktur (infrastructure bottleneck) telah terjadi di Indonesia. Dibanding dengan permintaan yang begitu besar terhadap investasi, maka jalan-jalan di Indonesia terasa sempit, dan tenaga listrik serta air bersih terasa sangat kurang. Pada gilirannya, penyempitan infrastruktur ini akan mengakibatkan menyusutnya penanaman modal di Indonesia, khususnya di sektor industri. Selain itu perlu diperhatikan, bahwa penyempitan infrastruktur bisa menjadi sumber inflasi yang sangat tinggi (hyper-inflation). Oleh sebab itu, masalah penyempitan infrastruktur ini juga harus diatasi segera. Investasi yang terus-menerus di tanah Jawa akan diikuti dengan permintaan infrastruktur yang semakin meningkat, sesuatu yang semakin sulit dipenuhi oleh tanah Jawa yang semakin terbatas. Kesulitan air bersih di Jawa dan semakin sempitnya lahan untuk industri dan perumahan (yang juga mempersempit lahan pertanian subur) adalah contoh semakin sempitnya infrastruktur di Jawa. Penyempitan infrastruktur juga terjadi di luar Jawa, khususnya Kawasan Indonesia Timur. Keadaan ini tentu mengakibatkan terhambatnya pembangunan wilayah. Pembangunan infrastruktur di luar Jawa sudah harus diperhatikan, untuk mulai menggali sumber- sumber kemakmuran untuk meningkatkan pendapatan wilayah di sana dan mengurangi tekanan-tekanan di Jawa.
6.      Masalah Pangan dan Beras.
Usaha besar-besaran telah dilakukan oleh Indonesia untuk berswasembada beras. Pada masa lalu, pada saat infrastruktur bendungan, sawah dan irigasi rusak, sehingga Indonesia tidak mampu menyediakan cukup beras, Indonesia menjadi negara pengimpor beras terbesar dunia, yang mengakibatkan terkurasnya deviusa. Sejak awal 1980-an, Indonesia telah berhasil berswasembada beras. Tetapi swasembada beras ini, kini, terancam bahaya. Tahun ini diperkirakan Indonesia harus mengimpor sekitar 2 juta ton beras. Terjadinya paceklik pada beberapa tahun terakhir ini, antara lain karena banjir dan kemarau yang panjang, mengakibatkan terjadinya penurunan produksi beras. Apabila pola konsumsi beras tidak diperbaiki, penduduk semakin bertambah (sekitar 10 juta setiap 5 tahun), maka kesulitan beras yang terjadi pada masa yang silam akan bisa terulang kembali. Patut pula dicatat, bahwa investasi dan pembangunan industri di Jawa yang subur telah semakin mempersempit lahan pertaniannya “dimakan” oleh areal industri dan perumahan. Banyak sawah-sawah dengan irigasi teknis yang dikonversikan menjadi kawasan industry dan perumahan. Demikian pula tiadanya penambahan areal sawah baru, khususnya di luar Jawa, akan lebih menyulitkan penambahan produksi beras di masa mendatang. Selain itu juga perlu difahami, bahwa untuk meningkatkan produksi beras pada masa lalu, segala dana dan daya dicurahkan “habis- habisan” untuk meningkatkan produksi beras ini. Sebagai akibatnya, meskipun ada peningkatan produksi beras secara substansial, tetapi hal itu diikuti pula dengan menurunnya produksi-produksi lain, khususnya tanaman-tanaman pangan lain.
7.      Masalah Pertanahan dan Hak Atas Tanah.
Patut dicatat, bahwa tidak ada pembangunan yang tanpa dimulai dengan pengendalian penggunaan tanah dan hak atas tanah, atau land reform. Land reform tidak saja mengatur alokasi penggunaan tanah, tetapi juga hak kepemilikan dan penggunaan atas tanah, baik untuk individu atau kelompok, menetapkan hak maksimum dan minimum, serta lamanya memegang hak tersebut. Selain berdampak sosial, karena pertanahan ini berkaitan pula dengan kebutuhan tanah untuk investasi, maka persoalan pertanahan sangat mungkin mengakibatkan terhambatnya banyak sektor dalam pembangunan. Di Indonesia masalah pertanahan dan hak atas tanah tersebut belum diatur dengan baik. Sebetulnya sudah ada UU Pokok Agraria (1960), akan tetapi UU tersebut pada kenyataannya tidak berjalan atau sengaja tidak dijalankan sepenuhnya. Sebagai akibatnya, muncullah masalah pertanahan yang meliputi berbagai kasus penggusuran atas hak memiliki dan menggunakan lahan, pengalihan fungsi lahan, dan banyak masalah lainnya. Di samping ada penggusuran atas hak minimum individu, ada pula kasus tentang penguasaan lahan yang tak terbatas. Tentu saja hal tersebut mengakibatkan persoalan-persoalan baru yang berkaitan dengan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Pengalihan fungsi lahan meliputi penggusuran daerah kumuh yang padat hunian dan pengalihan fungsi sawah atau lahan pertanian untuk tujuan-tujuan pembangunan, termasuk perumahan dan kawasan industri, telah menjadi persoalan pembangunan yang serius. Masalah pertanahan juga muncul dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan transmigrasi, relokasi penduduk, serta pembukaan lahan baru dan pembangunan wilayah untuk tujuan-tujuan produktif.
8.      Korupsi dan Inefisiensi Ekonomi.
Masalah korupsi dan inefisiensi ekonomi meliputi berbagai macam kebocoran dalam ekonomi dan pembangunan. Selain korupsi yang murni, ada korupsi tidak langsung yang dilakukan melalui praktek- praktek mark-up dalam pelaksanaan pembangunan proyek. Berbagai kebocoran ini menunjukkan pemakaian dana yang tidak produktif, termasuk pemilihan proyek-proyek yang tak bermanfaat. Praktek korupsi melibatkan dana negara, dan terjadi akibat kolusi antara birokrat dan pengusaha berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang. Ini semua menimbulkan keadaan high-cost dalam ekonomi. Selain itu, ada pula kebocoran-kebocoran ekonomi yang bermuara pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang mengakibatkan inefisiensi ekonomi, seperti monopolisme-oligopolisme, pemberian fasilitas keagenan dan proteksi dalam industri dan perdagangan, serta berbagai kemudahan secara sembarangan bagi sekelompok kecil masyarakat. Menurut Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, kebocoran ekonomi Indonesia dikabarkan mencapai paling sedikit 30 persen, yaitu dikaitkan dengan angka ICOR (incremental capital-output ratio) yang terlalu tinggi (5). Apabila ICOR bisa dipertahankan rendah (3,5), maka pertumbuhan ekonomi, dengan dana yang ada, dapat mencapai 8,5 persen per tahun sekalipun tanpa hutang asing. Sedang kalau hutang asing tetap dibuat, maka pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 9,5 persen. Padahal untuk mencapai angka pertumbuhan 6-7 persen saja sulit sekarang ini. Satu bukti lagi tentang inefisiensi pembangunan di Indonesia ditunjukkan dari penelitian oleh Dr. Jeffrey A. Winters, dimana Indonesia (1973/74-1989/90) disebutkan membutuhkan dana sebesar USD 166,5 milyar, yang 20 kali lebih besar dari yang dibutuhkan Korea Selatan (1959-1975) dalam periode 17 tahun konsolidasi ekonomi. Padahal jumlah penduduk Indonesia hanya sekitar 5 kali lipat penduduk Korea Selatan. Dan agaknya, 15 tahun dari sekarang tidak mungkin ekonomi Indonesia akan mencapai pendapatan perkapita 10 kali dari yang sekarang untuk menyamai Korea Selatan yang telah mencapai USD 7000.
9.      Sentralisasi Pembangunan dan Tiadanya Otonomi Daerah.
Salahsatu sumber inefisiensi pembangunan Indonesia adalah sistim pemerintahan yang sangat sentralistis. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat luas, dan beragam dalam suku, adat istiadat, bahasa dan kebudayaannya. Meskipun begitu, semangat persatuan dan kesatuan di antara berbagai keragaman itu justru tumbuh secara alamiah sejak beratus tahun yang lampau. Negara yang begitu luas dan beragam ini tidak mungkin akan dibangun secara baik dengan sistim yang sentralistis. Meskipun berbentuk negara kesatuan, tetapi otonomi pemerintahan di daerah-daerah (provinsi) sangat diperhatikan oleh para pemimpin kemerdekaan. Sehingga, otonomi daerah dinyatakan dalam pasal khusus dalam Konstitusi, yaitu Pasal-18 UUD-1945. Dalam prakteknya sekarang, otonomi daerah sebagaimana dituntut oleh negara seluas dan seberagam Indonesia ini tidak berlangsung. Sistim pembangunan yang sentralistis tanpa otonomi daerah akan menghasilkan pembangunan yang timpang. Ketimpangan seperti ini sudah sangat terlihat manakala pembangunan di Jawa dibandingkan dengan luar Jawa atau antara Kawasan Indonesia Barat dan Timur. Bahkan antara Jakarta (Jabotabek) dan daerah-daerah lain. Kesenjangan-kesenjangan tersebut akan memicu konflik-konflik sosial yang bisa menghambat laju pembangunan, dan kemungkinan perpecahan, sebagaimana terjadi di Soviet Uni dan Jerman Timur. Dengan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan, pemerintah pusat menyerahkan sebagian pekerjaan administrasi pemerintahan kepada daerah-daerah. Misalnya, urusan produksi dan industri, perdagangan, pendidikan, keamanan daerah dan banyak hal lain. Dengan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan tersebut, daerah memperoleh kewenangan pula untuk mengidentifikasi sendiri kemampuan, kekayaan dan keunggulan komparatif daerahnya untuk dikembangkan dalam suatu konsep pembangunan daerah yang diselenggarakan oleh putra-putra daerah sendiri. Pemerintah pusat hanya sekedar menetapkan garis-garis besar pembangunan, khususnya dalam upaya membuat keseimbangan pembangunan antar daerah.
10.  Masalah Demokrasi dan Hak-hak Asasi Manusia.
Prestasi pembangunan, seringkali dilupakan orang, banyak dipengaruhi oleh sistim pemerintahan demokratis. Demokrasi, pada hakekatnya, telah menjadi tuntutan setiap masyarakat di setiap negara. Tidak ada negara satupun di dunia ini yang tidak pro kepada demokrasi. Demikian pula Konstitusi UUD-1945 memberi amanat, agar Republik ini diselenggarakan secara demokratis dalam semua sektor, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Meskipun tidak sendiri, ternyata Indonesia juga belum menyelenggarakan demokrasi sebagaimana dituntut oleh Konstitusinya. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia yang memperlihatkan, betapa demokrasi masih belum dijalankan secara benar dan sepenuhnya. Salahsatunya adalah dominasi dari pemerintah (eksekutif) di atas lembaga perwakilan rakyat (legislatif) dan lembaga peradilan (yudikatif). Dengan dominasi tersebut seakan- akan semua keputusan pemerintah hendak dipaksakan agar diterima oleh parlemen dan seluruh rakyat. Dengan keadaan seperti itu, tidak lagi ada alternatif kebijakan yang cukup untuk digali, dan dipilih yang terbaik di antaranya.
Pemerintah Orde Baru telah menetapkan tentang pentingnya stabilitas pembangunan. Stabilitas ini dimaksudkan untuk mengamankan segala keputusan pemerintah di depan parlemen. Demikian pula stabilitas harus bisa diciptakan di lingkungan masyarakat. Untuk mempertahankan stabilitas tersebut, digunakanlah pendekatan, a.l. pendekatan keamanan yang dirasakan sangat berlebihan. Pendekatan ini, selain sangat kontras dengan pendekatan kesejahteraan rakyat, juga menempatkan eksekutif pada kedudukan yang adikuasa yang bertentangan sendiri dengan prinsip kedaulatan rakyat. Memang dengan pendekatan tersebut stabilitas bisa dijamin, tetapi kemungkinan besar bersifat semu. Stabilitas permanen dan dinamis hanya bisa tercipta kalau rakyat berdaulat. Salahsatu dimensi utama dalam demokrasi adalah hak-hak asasi manusia, yang juga tidak berjalan sebagaimana telah diamanatkan oleh Konstitusi. Hak untuk berbeda pendapat, khususnya dengan pemerintah, hampir selalu diartikan sebagai upaya menentang dan memusuhi pemerintah. Seringkali dilupakan, bahwa kecendekiaan, intelektualisme, penguasaan Iptek, dan pengembangan SDM lainnya hanya bisa berlangsung dan mencapai puncaknya dalam alam kemerdekaan bersikap dan berpendapat yang penuh, yang hanya bisa dibatasi oleh ilmu pengetahuan itu sendiri, akhlak mulia, hukum dan Konstitusi.
Demokrasi juga meliputi hak untuk membangun, untuk hidup sejahtera, untuk berbudaya, untuk menikmati sumber-sumber kemakmuran dari bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya. Pembangunan adalah masalah alternatif, di mana rakyat harus diberi peluang untuk mengemukakan pilihannya yang terbaik. Berbagai kasus pencekalan hak berbicara, berserikat dan berkumpul, penyiksaan dan pembunuhan serta pelanggaran hukum dan hak-hak asasi lainnya yang dijamin oleh Konstitusi, dengan alasan keamanan, sampai sekarang, juga masih terjadi. Masyarakat, pada hakekatnya, dihantui oleh rasa takut terhadap penguasa. Kesewenang-wenangan berlangsung, dan hukum seakan-akan selalu berpihak kepada kekuasaan. Padahal demokrasi adalah alat menjalankan negara, bukan produk kekuasaan.
Penutup
Indonesia adalah bagian dari masyarakat dunia. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh ekonomi Indonesia harus mulai terbuka bagi dunia. Bagaimanapun juga Indonesia, sebagaimana negara-negara berkembang lainnya, tidak mungkin melaksanakan pembangunanya sendiri. Oleh karena itulah didirikan berbagai lembaga internasional, seperti PBB, Bank Dunia, CGI (atau IGGI) dan lain-lain sebagai milik masyarakat internasional, yang selama ini telah memberikan kontribusinya yang besar bagi Indonesia. Kesulitan yang dihadapi dunia juga bisa berdampak terhadap Indonesia, dan sebaliknya. Indonesia tidak ingin mengalami hal seperti yang terjadi di Meksiko baru-baru ini, misalnya, yang tiba-tiba saja mengalami krisis moneter yang menjadi persoalan bagi dunia. Dunia perlu tahu apa yang terjadi dan yang menjadi persoalan ekonomi dan pembangunan Indonesia, kesemuanya menjadi tantangan untuk dipecahkan di masa mendatang. Dalam hubungan tersebut, sangat patut diperhatikan Sila Kedua Pancasila, yaitu internasionalisme atau kemanusiaan yang adil dan beradab (humanisme). Nasionalisme tanpa internasionalisme tidak akan membawa Indonesia kemana-mana. Meskipun ada unsur-unsur kultural yang kuat sebagaimana terkandung dalam prinsip nasionalisme, tetapi dengan internasionalisme itu, semakin jelaslah bahwa Indonesia tidak bisa mengabaikan dasar hak-hak
asasi manusia sebagai hak-hak yang bersifat universal yang harus dijunjung tinggi oleh semua bangsa di dunia.