Welcome In My World
Menerima Masukkan dan segala Kritik Dari Pembaca ..
Rabu, 31 Oktober 2012
Pengertian Hipotesis
HipotesisHipotesis atau hipotesa adalah
jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih
harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan
jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji
apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.
Dalam upaya pembuktian hipotesis,peneliti dapat
saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini
disebut percobaan atau eksperimen.
Hipotesis yang telah terujikebenarannya disebut teori.Contoh:Apabila terlihat awan
hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan
(menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa
(karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila
ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbuktibenar.
Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun
hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.Hipotesis berasal
dari bahasa Yunani: hypo =
di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan,
kepastian.Artinya, hipotesa
merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang
mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam
penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis,
tidak ada perbedaan makna di dalamnya.Ketika berfikir untuk
sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan,
perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan
atau proposisi yang
mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu.
Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di
dalam penelitian,
salah satu di antaranya, yaitupenelitian
sosial. Proses pembentukan
hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal
demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang
dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga, dapat dikatakan
bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.KegunaanHipotesis merupakan
elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif.Terdapat tiga
alasan utama yang mendukung pandangan ini, di antaranya:Hipotesis dapat
dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan
untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat
dari konflik dapat
dijelaskan melalui teori mengenai konflik.Hipotesis dapat diuji
dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.Hipotesis adalah alat yang besar
dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat
keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk
menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat
peneliti yang menyusun dan mengujinya.Hipotesis dalam
penelitianWalaupun hipotesis
penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian,
tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan
hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam
masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan
hipotesis atau tidak.Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang
tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak
menggunakan hipotesis. Hal ini sama denganpenelitian deskriptif, ada yang
berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi
atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang
diteliti, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat
menggunakan hipotesis.Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan
menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.Fungsi
penting hipotesis di dalam penelitian,
yaitu:Untuk menguji teori,·
Mendorong munculnya teori,
Selasa, 23 Oktober 2012
Menggunakan Make Up
Banyak wanita yang berani menghabiskan kocek cuma buat pergi nyaLo dan terlihat lebih cantik di acara-acara tertentu atau hanya sekedar untuk jalan-jalan ..
2. Concealer
Gunakan concealer untuk membantu menyamarkan flek pada wajah atau bekas jerawat. Concealer juga dapat digunakan untuk menyamarkan kantung mata.
Padahal, belum tentu make up salon bisa menjamin kepuasan untuk diri kita ..
maka dari itu say amencoba membagi tips untuk para wanita agar bisa menata rias wajahnya sendiri tanpa harus pergi kesalon ..
check it out ..
1. Toner dan Pelembab
Kegiatan rutin sebelum memulai merias wajah, kita pasti harus membersihkan wajah dulu dengan menggunakan toner atau cleanser wajah, agar wajah kita tidak terlalu terasa berat dan tebal.
Kegiatan rutin sebelum memulai merias wajah, kita pasti harus membersihkan wajah dulu dengan menggunakan toner atau cleanser wajah, agar wajah kita tidak terlalu terasa berat dan tebal.
karena minyak atau sisa-sisa kotoran pada wajah kita yang masih menempel akan membuat efek make up menjadi terasa lebih berat dan akam mengundang banyak jerawat. setelah dibersihkan baru gunakan pelembab dari mulai wajah hingga leher.
2. Concealer
Gunakan concealer untuk membantu menyamarkan flek pada wajah atau bekas jerawat. Concealer juga dapat digunakan untuk menyamarkan kantung mata.
3. Pensil Alis
Rapikan alis Anda dengan mencabut rambut alis yang berantakan dan menyisirnya agar telihat rapi. Kemudian untuk mempertegas bentuk alis, pilih pensil alis yang berwarna coklat gelap sebaliknya daripada hitam, karena warna hitam akan membuat wajah terlihat lebih tua.
4. Alas Bedak
Gunakan alas bedak (foundation) agar warna-warna dapat masuk dengan sempurna pada wajah Anda. Pilih warna foundation yang satu tingkat lebih tinggi dari warna kulit Anda.
5. Eyeliner
Untuk mata, agar wajah tidak terlihat tua, sebaiknya tidak menggunakan eyeliner. Atau bila Anda ingin menggunakannya sebaiknya jangan gunakan terlalu tebal dan gunakan eyeliner yang berbentuk pensil.
6. Brush dan Spons
Saat memakai bedak, pertama-tama gunakan brush selanjutnya gunakan spons untuk membantu meratakannya.
7. Eyeshadow
Pilih warna-warna eyeshadow yang dapat membantu wajah terlihat segar dan muda. Warna yang dapat dipilih antara lain warna hijau, peach, ungu, emas.
8. Blush on
Warna blush on sebaiknya yang berwarna natural seperti warna pink atau peach. Anda pasti tidak ingin wajah anda terlihat seperti badut jika menggunakan warna blush on yang sangat cerah seperti warna merah.
9. Lipstik dan Lipgloss
Pilih lipstik yang berwarna sama atau satu tingkat lebih tinggi dari warna bibir. Hindari bibir dengan warna yang terlalu kontras. Dapat juga ditambah lipgloss agar bibir terlihat segar.
Rapikan alis Anda dengan mencabut rambut alis yang berantakan dan menyisirnya agar telihat rapi. Kemudian untuk mempertegas bentuk alis, pilih pensil alis yang berwarna coklat gelap sebaliknya daripada hitam, karena warna hitam akan membuat wajah terlihat lebih tua.
4. Alas Bedak
Gunakan alas bedak (foundation) agar warna-warna dapat masuk dengan sempurna pada wajah Anda. Pilih warna foundation yang satu tingkat lebih tinggi dari warna kulit Anda.
5. Eyeliner
Untuk mata, agar wajah tidak terlihat tua, sebaiknya tidak menggunakan eyeliner. Atau bila Anda ingin menggunakannya sebaiknya jangan gunakan terlalu tebal dan gunakan eyeliner yang berbentuk pensil.
6. Brush dan Spons
Saat memakai bedak, pertama-tama gunakan brush selanjutnya gunakan spons untuk membantu meratakannya.
7. Eyeshadow
Pilih warna-warna eyeshadow yang dapat membantu wajah terlihat segar dan muda. Warna yang dapat dipilih antara lain warna hijau, peach, ungu, emas.
8. Blush on
Warna blush on sebaiknya yang berwarna natural seperti warna pink atau peach. Anda pasti tidak ingin wajah anda terlihat seperti badut jika menggunakan warna blush on yang sangat cerah seperti warna merah.
9. Lipstik dan Lipgloss
Pilih lipstik yang berwarna sama atau satu tingkat lebih tinggi dari warna bibir. Hindari bibir dengan warna yang terlalu kontras. Dapat juga ditambah lipgloss agar bibir terlihat segar.
Permasalahan Dalam Ekonomi Pembangunan
Presiden Boston Institute for Developing
Economies, Gustav F. Papanek menilai masalah terbesar dalam perekonomian
Indonesia adalah pengangguran.Setiap tahun, 2 juta orang di Indonesia mencari
pekerjaan. Berarti, setelah krisis moneter 1998, ada 22 juta pengangguran.
Papanek menghitung, hanya 5,5 juta yang telah mendapat pekerjaan tetap.
Sementara 3,5 juta mencari pekerjaan di luar negeri, sebagian besar sebagai
pembantu rumah tangga, dan 4 juta tetap menganggur. Sisanya, menunjukkan sudah
mendapat pekerjaan dalam statistik, namun sebenarnya tidak memiliki pekerjaan
tetap. Ini disebut Papanek dengan istilah work in income sharing atau
pekerjaan berbagi penghasilan.Solusi untuk masalah pengangguran ini adalah
menaikkan angka pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Target pemerintah sebesar
7 persen dinilai Papanek masih belum cukup.
Pembangunan jangka panjang tahap pertama
Indonesia telah berhasil mengantar ekonomi Indonesia dari pendapatan perkapita sekitar
USD 70 pada periode 1968/69 menjadi USD 700 pada periode 1993/94. Keadaan itu
tercapai sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang lumayan selama 25 tahun lebih.
Akan tetapi, hasil pembangunan jangka panjang yang pertama yang menurut
pandangan Bank Dunia itu cukup menakjubkan, tidaklah mencapai optimum yang
seharusnya. Ekonomi Indonesia seharusnya bisa bertumbuh dengan lebih baik,
sebagaimana dicontohkan oleh negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand
dan Korea Selatan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia, ternyata tidak sebesar yang
seharusnya bisa dicapai, meskipun Indonesia dikenal alamnya yang kaya-raya. Banyak
masalah, halangan, ketidak-pastian dan risiko yang harus dihadapi ekonomi
Indonesia selama ini.
Berikut ini adalah sepuluh persoalan
utama yang dihadapi oleh ekonomi Indonesia dewasa ini.
Persoalan ini harus dimengerti
sepenuhnya sebagai suatu tantangan masa depan pembangunan kita.
1.
Kemiskinan dan Kesenjangan Ekonomi.
Menurut
catatan statistik pada tahun 1991/92, diperkirakan lebih dari 100 juta orang
Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Kalau dianggap tidak ada
perbedaan garis kemiskinan antara kota dan desa, dan diambil angka Rp.1000
pengeluaran sehari seorang (atau Rp. 30,000 sebulan seorang) sebagai garis kemiskinan,
maka di bawah garis tersebut ada 120 juta yang masih miskin, yaitu di kota 20
juta dan di desa 100 juta orang. Kalau diambil garis kemiskinan yang lebih
rendah, yaitu Rp. 500 sehari seorang (atau Rp. 15,000 sebulan seorang), maka
akan terdapat 28 juta orang miskin, yaitu 2 juta di kota dan 26 juta di desa. Pengeluaran
ini belum termasuk untuk pendidikan dan kesehatan. Belum lagi, kalau
diperhitungkan untuk suatu keluarga yang terdiri dari 4 orang. Tentu
pengeluarannya sehari jauh lebih besar daripada sekedar 4 kali Rp. 30,000.
Keadaan sekarang diperkirakan tidak berbeda jauh dari itu. Data bisnis juga
menunjukkan kesenjangan ekonomi yang sangat besar antara mereka yang miskin di
atas dengan yang kaya raya. Grup-grup perusahaan yang tergabung dalam 200
konglomerat Indonesia menghasilkan omset (nilai penjualan) sebesar ekivalen dengan
80 persen dari pendapatan nasional (Produk Domestik Bruto, sekitar Rp. 250
trilyun pada 1992/93). Kesenjangan pendapatan juga terjadi antara sektor
pertanian- pedesaan dan sektor industri-perkotaan. Kesenjangan yang sangat tajam
juga terjadi antara Jawa dan Luar Jawa, dan antara Kawasan Indonesia Timur dan
Kawasan Indonesia Barat. Masalah kemiskinan dan kesenjangan ini bisa
menimbulkan friksi-friksi sosial yang bisa merusak hasil pembangunan selama
ini.
2.
Masalah Hutang Luar Negeri.
Hutang
luar negeri telah meningkat sangat besar. Pada saat ini Indonesia telah menjadi
negara penghutang terbesar nomor tiga sesudah Brazil dan Meksiko, yaitu dengan
hutang mencapai lebih dari USD 100 miliar. Lebih dari 60 persen di antaranya
adalah hutang dari pemerintah, selebihnya hutang swasta. Dibanding dengan
hutang asing yang dibuat pada rezim Bung Karno, yang mencapai USD 2.14 miliar,
hutang asing sekarang merupakan peningkatan 50 kali; padahal pendapatan
nasional hanya naik tidak lebih dari 15 kali. Dengan kemajuan-kemajuan ekonomi
yang dicapai di sector pemerintah, mungkin Indonesia tidak terlalu sulit di
dalam membayar kembali hutang asing tersebut sebesar USD 9-10 setiap tahun.
Akan tetapi untuk mencapai target pertumbuhan sebesar 5-6 persen setahun,
Indonesia terpaksa harus meminjam lagi hutang asing baru sebesar minimum USD 5
milyar setiap tahun. Hutang baru sebesar itu pun terpaksa harus dibuat melihat
sisi neraca pembayaran yang tidak seimbang, karena ketidakmampuan ekonomi
(industri) menghasilkan cukup devisa. Dengan demikian, ekonomi Indonesia telah
seakan-akan “terperangkap” atau “kecanduan” (addicted) dengan hutang asing.
Persoalan yang tidak pernah bisa dijawab tentang hutang luar negeri ini adalah
kapan hutang asing itu semakin mengecil dan bisa habis terlunasi. Kecuali,
kalau hutang baru sangat dikurangi atau dihentikan sama sekali, dan dicari
sumber-sumber dari dalam negeri sebagai penggantinya. Persoalan hutang asing
ini menjadi semakin besar apabila dikaitkan dengan Yendaka (apresiasi Yen), di
mana Yen mempunyai porsi besar dalam hutang-hutang Indonesia.
3.
Defisit Neraca Pembayaran dan
Ketidakmampuan Industrial.
Defisit
yang memperlihatkan kecenderungan yang meningkat ini ditunjukkan oleh transaksi
lancar (current account) dalam neraca pembayaran. Untuk periode tahun anggaran
1995/1996 ini diperkirakan defisit akan mencapai lebih-kurang USD 5 milyar. Defisit
ini sendiri mengakibatkan penurunan nilai Rupiah yang terus-menerus yang
selanjutnya ketidakpastian ekonomi. Depresiasi Rupiah sendiri tidak secara
langsung meningkatkan ekspor, karena ketakmampuan ekspor tidak sekedar karena
Rupiah yang overvalued. Sebab utama dari penurunan nilai Rupiah adalah
ketidakmampuan industri Indonesia menghasilkan cukup devisa sesuai dengan permintaan.
Selain itu, sektor riil penghasil barang ini sangat tergantung pada ekonomi dan
teknologi asing. Setiap kali kenaikan ekspor terjadi, setiap kali pula harus
didahului dengan kenaikan impor yang tinggi atas bahan-bahan baku industri,barang-barang
penunjang atau komponen, dan barang-barang modal. Dengan demikian industri
Indonesia justru boros devisa daripada menjadi penghasil devisa. Sekarang ini,
ekspor bersih Indonesia baru akan bergerak ke arah USD 10 milyar dengan laju
pertumbuhan yang menurun. Selain itu, ekonomi Indonesia juga masih dibebani
dengan impor atas jasa- jasa, seperti pembayaran bunga pinjaman serta jasa-jasa
lain khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumberdaya manusia dan penguasaan
teknologi, yang jumlahnya bergerak ke arah USD 15 milyar. Sebagai akibatnya,
terjadilah defisit transaksi lancer yang cukup besar. Ketidakmampuan dalam
teknologi mengakibatkan industri Indonesia juga tidak cukup efisien, dan bahkan
menjadi sumber dari high cost, sehingga tidak mampu bersaing di pasar dunia
menghasilkan devisa. Industri juga menjadi bersifat kaku terhadap rangsangan moneter
dan menjadi sumber terjadinya inflasi. Industri Indonesia ini masih sangat
menggantungkan diri pada proteksi dan berbagai fasilitas dari pemerintah.
Industri-industri inilah yang justru dikuasai dan sangat menguntungkan para
konglomerat dan monopolis-oligopolis. Mereka lebih banyak tergantung pada pasar
domestik yang sempit dan mahal daripada bersaing di pasar dunia.
4.
Ketidakmampuan Pengembangan SDM dan
Penguasaan Iptek.
Ketidakmampuan
pengembangan SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) adalah
inti dari semua persoalan ekonomi di Indonesia. Selama pembangunan jangka
panjang 25 tahun yang pertama, Indonesia hampir samasekali melupakan pentingnya
pengembangan SDM dan penguasaan Iptek. Dari 140 juta angkatan kerja (umur 10
tahun ke atas) Indonesia, hampir 80 persen daripadanya berpendidikan setingkat
sekolah dasar (SD), yaitu 45 juta tamat, 43 juta drop-out, dan 20 juta
samasekali tidak pernah sekolah. Jumlah sarjana hanya sekitar 2 juta, dan
sisanya 30 juta adalah dari SLTP dan SLTA, tamat atau tidak tamat. Dengan
kemampuan dan produktivitas yang rendah itu, maka tenaga kerja Indonesia
menjadi sangat mahal dalam proses produksi. Sebagai akibatnya lemah pula
industrialisasi Indonesia. Akibat selanjutnya adalah munculnya produk-produk
yang tidak mampu bersaing di pasar dunia, yang tidak mampu menghasilkan devisa.
Struktur industri Indonesia juga tidak didasarkan pada comparative advantange
sesuai dengan kekayaan alam Indonesia, sehingga pada akhirnya produk-produknya
tidak mampu berkompetisi di pasar dunia. Hal ini mengakibatkan pilihan
teknologi yang salah, yang mahal karena tidak sesuai dengan kemampuan domestik.
Seharusnya dikembangkan pula jenis teknologi murah dan madya, yang mampu
menyerap banyak tenaga kerja dan yang mampu mengatasi kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pengangguran angkatan kerja di Indonesia
juga cukup tinggi. Bahkan, pengangguran telah pula melanda mereka yang
berpendidikan sarjana. Dikabarkan oleh Menteri Tenaga Kerja pada awal tahun ini,
bahwa dari 150 ribu sarjana yang dihasilkan setahun, hanya maksimal sekitar 60
ribu yang memperoleh pekerjaan. Pilihan teknologi yang terlalu padat modal, dan
yang menjurus ke tingkat menengah (medium technology)-atas dan tingkat tinggi (high
technology) juga menjadi salahsatu sebab terjadinya pengangguran yang besar dan
berbagai inefisiensi dalam industri. Broad-base technology lah yang mestinya
dikembangkan di Indonesia, yaitu yang mengutamakan penggunaan jenis-jenis teknologi
yang rendah (low technology) hingga menengah-bawah, yang murah, dan yang mudah
disediakan, diadopsi dan dikuasai oleh masyarakat banyak.
5.
Penyempitan Infrastruktur.
Tidak
ada pembangunan yang tidak dimulai dengan pembangunan infrastruktur, seperti
jalan, jembatan, pelabuhan, listrik, air bersih, telepon, dll. Selain
ketidakmampuan SDM dan penguasaan Iptek yang disebutkan di atas, juga
ketidakmampuan menyediakan
dana
dan alokasinya yang tak sesuai mempengaruhi pula perkembangan pembangunan
infrastruktur di Indonesia. Secara umum, penyempitan infrastruktur
(infrastructure bottleneck) telah terjadi di Indonesia. Dibanding dengan permintaan
yang begitu besar terhadap investasi, maka jalan-jalan di Indonesia terasa
sempit, dan tenaga listrik serta air bersih terasa sangat kurang. Pada
gilirannya, penyempitan infrastruktur ini akan mengakibatkan menyusutnya
penanaman modal di Indonesia, khususnya di sektor industri. Selain itu perlu
diperhatikan, bahwa penyempitan infrastruktur bisa menjadi sumber inflasi yang sangat
tinggi (hyper-inflation). Oleh sebab itu, masalah penyempitan infrastruktur ini
juga harus diatasi segera. Investasi yang terus-menerus di tanah Jawa akan
diikuti dengan permintaan infrastruktur yang semakin meningkat, sesuatu yang semakin
sulit dipenuhi oleh tanah Jawa yang semakin terbatas. Kesulitan air bersih di
Jawa dan semakin sempitnya lahan untuk industri dan perumahan (yang juga
mempersempit lahan pertanian subur) adalah contoh semakin sempitnya
infrastruktur di Jawa. Penyempitan infrastruktur juga terjadi di luar Jawa,
khususnya Kawasan Indonesia Timur. Keadaan ini tentu mengakibatkan terhambatnya
pembangunan wilayah. Pembangunan infrastruktur di luar Jawa sudah harus
diperhatikan, untuk mulai menggali sumber- sumber kemakmuran untuk meningkatkan
pendapatan wilayah di sana dan mengurangi tekanan-tekanan di Jawa.
6.
Masalah Pangan dan Beras.
Usaha
besar-besaran telah dilakukan oleh Indonesia untuk berswasembada beras. Pada
masa lalu, pada saat infrastruktur bendungan, sawah dan irigasi rusak, sehingga
Indonesia tidak mampu menyediakan cukup beras, Indonesia menjadi negara
pengimpor beras terbesar dunia, yang mengakibatkan terkurasnya deviusa. Sejak
awal 1980-an, Indonesia telah berhasil berswasembada beras. Tetapi swasembada
beras ini, kini, terancam bahaya. Tahun ini diperkirakan Indonesia harus
mengimpor sekitar 2 juta ton beras. Terjadinya paceklik pada beberapa tahun
terakhir ini, antara lain karena banjir dan kemarau yang panjang, mengakibatkan
terjadinya penurunan produksi beras. Apabila pola konsumsi beras tidak diperbaiki,
penduduk semakin bertambah (sekitar 10 juta setiap 5 tahun), maka kesulitan
beras yang terjadi pada masa yang silam akan bisa terulang kembali. Patut pula
dicatat, bahwa investasi dan pembangunan industri di Jawa yang subur telah
semakin mempersempit lahan pertaniannya “dimakan” oleh areal industri dan
perumahan. Banyak sawah-sawah dengan irigasi teknis yang dikonversikan menjadi
kawasan industry dan perumahan. Demikian pula tiadanya penambahan areal sawah baru,
khususnya di luar Jawa, akan lebih menyulitkan penambahan produksi beras di
masa mendatang. Selain itu juga perlu difahami, bahwa untuk meningkatkan
produksi beras pada masa lalu, segala dana dan daya dicurahkan “habis- habisan”
untuk meningkatkan produksi beras ini. Sebagai akibatnya, meskipun ada
peningkatan produksi beras secara substansial, tetapi hal itu diikuti pula
dengan menurunnya produksi-produksi lain, khususnya tanaman-tanaman pangan
lain.
7.
Masalah Pertanahan dan Hak Atas Tanah.
Patut
dicatat, bahwa tidak ada pembangunan yang tanpa dimulai dengan pengendalian
penggunaan tanah dan hak atas tanah, atau land reform. Land reform tidak saja
mengatur alokasi penggunaan tanah, tetapi juga hak kepemilikan dan penggunaan
atas tanah, baik untuk individu atau kelompok, menetapkan hak maksimum dan minimum,
serta lamanya memegang hak tersebut. Selain berdampak sosial, karena pertanahan
ini berkaitan pula dengan kebutuhan tanah untuk investasi, maka persoalan
pertanahan sangat mungkin mengakibatkan terhambatnya banyak sektor dalam
pembangunan. Di Indonesia masalah pertanahan dan hak atas tanah tersebut belum diatur
dengan baik. Sebetulnya sudah ada UU Pokok Agraria (1960), akan tetapi UU
tersebut pada kenyataannya tidak berjalan atau sengaja tidak dijalankan
sepenuhnya. Sebagai akibatnya, muncullah masalah pertanahan yang meliputi
berbagai kasus penggusuran atas hak memiliki dan menggunakan lahan, pengalihan fungsi
lahan, dan banyak masalah lainnya. Di samping ada penggusuran atas hak minimum
individu, ada pula kasus tentang penguasaan lahan yang tak terbatas. Tentu saja
hal tersebut mengakibatkan persoalan-persoalan baru yang berkaitan dengan
kemiskinan dan kesenjangan sosial. Pengalihan fungsi lahan meliputi penggusuran
daerah kumuh yang padat hunian dan pengalihan fungsi sawah atau lahan pertanian
untuk tujuan-tujuan pembangunan, termasuk perumahan dan kawasan industri, telah
menjadi persoalan pembangunan yang serius. Masalah pertanahan juga muncul dalam
kasus-kasus yang berkaitan dengan transmigrasi, relokasi penduduk, serta
pembukaan lahan baru dan pembangunan wilayah untuk tujuan-tujuan produktif.
8.
Korupsi dan Inefisiensi Ekonomi.
Masalah
korupsi dan inefisiensi ekonomi meliputi berbagai macam kebocoran dalam ekonomi
dan pembangunan. Selain korupsi yang murni, ada korupsi tidak langsung yang
dilakukan melalui praktek- praktek mark-up dalam pelaksanaan pembangunan
proyek. Berbagai kebocoran ini menunjukkan pemakaian dana yang tidak produktif,
termasuk pemilihan proyek-proyek yang tak bermanfaat. Praktek korupsi
melibatkan dana negara, dan terjadi akibat kolusi antara birokrat dan pengusaha
berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang. Ini semua menimbulkan keadaan
high-cost dalam ekonomi. Selain itu, ada pula kebocoran-kebocoran ekonomi yang
bermuara pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang mengakibatkan inefisiensi
ekonomi, seperti monopolisme-oligopolisme, pemberian fasilitas keagenan dan
proteksi dalam industri dan perdagangan, serta berbagai kemudahan secara
sembarangan bagi sekelompok kecil masyarakat. Menurut Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo, kebocoran ekonomi Indonesia dikabarkan mencapai paling
sedikit 30 persen, yaitu dikaitkan dengan angka ICOR (incremental
capital-output ratio) yang terlalu tinggi (5). Apabila ICOR bisa dipertahankan
rendah (3,5), maka pertumbuhan ekonomi, dengan dana yang ada, dapat mencapai
8,5 persen per tahun sekalipun tanpa hutang asing. Sedang kalau hutang asing
tetap dibuat, maka pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 9,5 persen. Padahal untuk
mencapai angka pertumbuhan 6-7 persen saja sulit sekarang ini. Satu bukti lagi
tentang inefisiensi pembangunan di Indonesia ditunjukkan dari penelitian oleh
Dr. Jeffrey A. Winters, dimana Indonesia (1973/74-1989/90) disebutkan
membutuhkan dana sebesar USD 166,5 milyar, yang 20 kali lebih besar dari yang
dibutuhkan Korea Selatan (1959-1975) dalam periode 17 tahun konsolidasi ekonomi.
Padahal jumlah penduduk Indonesia hanya sekitar 5 kali lipat penduduk Korea
Selatan. Dan agaknya, 15 tahun dari sekarang tidak mungkin ekonomi Indonesia
akan mencapai pendapatan perkapita 10 kali dari yang sekarang untuk menyamai
Korea Selatan yang telah mencapai USD 7000.
9.
Sentralisasi Pembangunan dan Tiadanya
Otonomi Daerah.
Salahsatu
sumber inefisiensi pembangunan Indonesia adalah sistim pemerintahan yang sangat
sentralistis. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sangat luas, dan beragam
dalam suku, adat istiadat, bahasa dan kebudayaannya. Meskipun begitu, semangat persatuan
dan kesatuan di antara berbagai keragaman itu justru tumbuh secara alamiah
sejak beratus tahun yang lampau. Negara yang begitu luas dan beragam ini tidak
mungkin akan dibangun secara baik dengan sistim yang sentralistis. Meskipun
berbentuk negara kesatuan, tetapi otonomi pemerintahan di daerah-daerah
(provinsi) sangat diperhatikan oleh para pemimpin kemerdekaan. Sehingga,
otonomi daerah dinyatakan dalam pasal khusus dalam Konstitusi, yaitu Pasal-18
UUD-1945. Dalam prakteknya sekarang, otonomi daerah sebagaimana dituntut oleh negara
seluas dan seberagam Indonesia ini tidak berlangsung. Sistim pembangunan yang
sentralistis tanpa otonomi daerah akan menghasilkan pembangunan yang timpang.
Ketimpangan seperti ini sudah sangat terlihat manakala pembangunan di Jawa
dibandingkan dengan luar Jawa atau antara Kawasan Indonesia Barat dan Timur. Bahkan
antara Jakarta (Jabotabek) dan daerah-daerah lain. Kesenjangan-kesenjangan
tersebut akan memicu konflik-konflik sosial yang bisa menghambat laju
pembangunan, dan kemungkinan perpecahan, sebagaimana terjadi di Soviet Uni dan
Jerman Timur. Dengan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan, pemerintah pusat
menyerahkan sebagian pekerjaan administrasi pemerintahan kepada daerah-daerah.
Misalnya, urusan produksi dan industri, perdagangan, pendidikan, keamanan
daerah dan banyak hal lain. Dengan otonomi daerah dan desentralisasi
pembangunan tersebut, daerah memperoleh kewenangan pula untuk mengidentifikasi
sendiri kemampuan, kekayaan dan keunggulan komparatif daerahnya untuk dikembangkan
dalam suatu konsep pembangunan daerah yang diselenggarakan oleh putra-putra
daerah sendiri. Pemerintah pusat hanya sekedar menetapkan garis-garis besar
pembangunan, khususnya dalam upaya membuat keseimbangan pembangunan antar
daerah.
10.
Masalah Demokrasi dan Hak-hak Asasi
Manusia.
Prestasi
pembangunan, seringkali dilupakan orang, banyak dipengaruhi oleh sistim
pemerintahan demokratis. Demokrasi, pada hakekatnya, telah menjadi tuntutan
setiap masyarakat di setiap negara. Tidak ada negara satupun di dunia ini yang
tidak pro kepada demokrasi. Demikian pula Konstitusi UUD-1945 memberi amanat,
agar Republik ini diselenggarakan secara demokratis dalam semua sektor,
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Meskipun tidak sendiri, ternyata
Indonesia juga belum menyelenggarakan demokrasi sebagaimana dituntut oleh
Konstitusinya. Banyak kasus yang terjadi di Indonesia yang memperlihatkan, betapa
demokrasi masih belum dijalankan secara benar dan sepenuhnya. Salahsatunya
adalah dominasi dari pemerintah (eksekutif) di atas lembaga perwakilan rakyat
(legislatif) dan lembaga peradilan (yudikatif). Dengan dominasi tersebut
seakan- akan semua keputusan pemerintah hendak dipaksakan agar diterima oleh
parlemen dan seluruh rakyat. Dengan keadaan seperti itu, tidak lagi ada
alternatif kebijakan yang cukup untuk digali, dan dipilih yang terbaik di
antaranya.
Pemerintah Orde Baru telah menetapkan
tentang pentingnya stabilitas pembangunan. Stabilitas ini dimaksudkan untuk mengamankan
segala keputusan pemerintah di depan parlemen. Demikian pula stabilitas harus
bisa diciptakan di lingkungan masyarakat. Untuk mempertahankan stabilitas
tersebut, digunakanlah pendekatan, a.l. pendekatan keamanan yang dirasakan sangat
berlebihan. Pendekatan ini, selain sangat kontras dengan pendekatan
kesejahteraan rakyat, juga menempatkan eksekutif pada kedudukan yang adikuasa
yang bertentangan sendiri dengan prinsip kedaulatan rakyat. Memang dengan
pendekatan tersebut stabilitas bisa dijamin, tetapi kemungkinan besar bersifat
semu. Stabilitas permanen dan dinamis hanya bisa tercipta kalau rakyat
berdaulat. Salahsatu dimensi utama dalam demokrasi adalah hak-hak asasi manusia,
yang juga tidak berjalan sebagaimana telah diamanatkan oleh Konstitusi. Hak
untuk berbeda pendapat, khususnya dengan pemerintah, hampir selalu diartikan
sebagai upaya menentang dan memusuhi pemerintah. Seringkali dilupakan, bahwa
kecendekiaan, intelektualisme, penguasaan Iptek, dan pengembangan SDM lainnya hanya
bisa berlangsung dan mencapai puncaknya dalam alam kemerdekaan bersikap dan
berpendapat yang penuh, yang hanya bisa dibatasi oleh ilmu pengetahuan itu sendiri,
akhlak mulia, hukum dan Konstitusi.
Demokrasi juga meliputi hak untuk
membangun, untuk hidup sejahtera, untuk berbudaya, untuk menikmati
sumber-sumber kemakmuran dari bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya. Pembangunan
adalah masalah alternatif, di mana rakyat harus diberi peluang untuk
mengemukakan pilihannya yang terbaik. Berbagai kasus pencekalan hak berbicara,
berserikat dan berkumpul, penyiksaan dan pembunuhan serta pelanggaran hukum dan
hak-hak asasi lainnya yang dijamin oleh Konstitusi, dengan alasan keamanan,
sampai sekarang, juga masih terjadi. Masyarakat, pada hakekatnya, dihantui oleh
rasa takut terhadap penguasa. Kesewenang-wenangan berlangsung, dan hukum
seakan-akan selalu berpihak kepada kekuasaan. Padahal demokrasi adalah alat menjalankan
negara, bukan produk kekuasaan.
Penutup
Indonesia adalah bagian dari masyarakat
dunia. Berbagai persoalan yang dihadapi oleh ekonomi Indonesia harus mulai
terbuka bagi dunia. Bagaimanapun juga Indonesia, sebagaimana negara-negara berkembang
lainnya, tidak mungkin melaksanakan pembangunanya sendiri. Oleh karena itulah
didirikan berbagai lembaga internasional, seperti PBB, Bank Dunia, CGI (atau
IGGI) dan lain-lain sebagai milik masyarakat internasional, yang selama ini telah
memberikan kontribusinya yang besar bagi Indonesia. Kesulitan yang dihadapi
dunia juga bisa berdampak terhadap Indonesia, dan sebaliknya. Indonesia tidak
ingin mengalami hal seperti yang terjadi di Meksiko baru-baru ini, misalnya,
yang tiba-tiba saja mengalami krisis moneter yang menjadi persoalan bagi dunia.
Dunia perlu tahu apa yang terjadi dan yang menjadi persoalan ekonomi dan
pembangunan Indonesia, kesemuanya menjadi tantangan untuk dipecahkan di masa
mendatang. Dalam hubungan tersebut, sangat patut diperhatikan Sila Kedua Pancasila,
yaitu internasionalisme atau kemanusiaan yang adil dan beradab (humanisme).
Nasionalisme tanpa internasionalisme tidak akan membawa Indonesia kemana-mana.
Meskipun ada unsur-unsur kultural yang kuat sebagaimana terkandung dalam
prinsip nasionalisme, tetapi dengan internasionalisme itu, semakin jelaslah
bahwa Indonesia tidak bisa mengabaikan dasar hak-hak
asasi manusia sebagai hak-hak yang
bersifat universal yang harus dijunjung tinggi oleh semua bangsa di dunia.
Langganan:
Postingan (Atom)